Pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia pada 14 Februari 2024 yang lalu adalah Pemilu terbesar di dunia yang diselenggarakan pada satu hari yang sama. Pemilu tersebut juga salah satu yang paling rumit karena pada hari yang sama 204,8 juta rakyat Indonesia memilih presiden, wakil presiden, dan anggota legislatif yang akan duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota (DPRD), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk periode lima tahun ke depan.
Pemilu Indonesia menggunakan sistem proporsional dengan daftar calon terbuka di mana Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara harus mengorganisasi 2.749 daerah pemilihan (Dapil) dengan calon anggota legislatif yang berbeda-beda di setiap Dapil.
Peristiwa demokrasi yang demikian besar dan rumit tentu tidak lepas dari potensi terjadinya sengketa pada saat proses menuju maupun setelah Pemilu selesai dilaksanakan. Sengketa Pemilu dapat terjadi baik antar peserta maupun antara peserta dan penyelenggara Pemilu.
Jenis Sengketa Pemilu
Secara umum terdapat 2 kategori sengketa Pemilu di Indonesia, yaitu:
- Sengketa Proses Pemilu yang meliputi: (i) sengketa yang terjadi antar peserta Pemilu; dan (ii) sengketa antara peserta Pemilu dengan penyelenggara Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan oleh KPU baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota;
- Sengketa Hasil Pemilu yang meliputi: (i) sengketa penetapan suara hasil Pemilu presiden dan wakil presiden; dan (ii) sengketa penetapan suara hasil Pemilu anggota DPR, DPRD, dan DPD.
Lembaga Penyelesaian Sengketa
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) adalah lembaga yang berwenang untuk menyelesaikan Sengketa Proses Pemilu di tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten/kota sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Selain Bawaslu, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) juga diberikan wewenang untuk memeriksa dan memutus upaya hukum Sengketa Proses Pemilu yang berkaitan dengan (i) verifikasi partai politik; (ii) penetapan pasangan calon; dan (iii) penetapan daftar calon tetap.
Sedangkan penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu baik di tingkat nasional dan daerah merupakan wewenang Mahkamah Konstitusi (MK).
Proses Penyelesaian Sengketa
Sengketa Proses Pemilu diselesaikan melalui prosedur yang diatur dalam Peraturan Bawaslu No. 9 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum (Peraturan Bawaslu No. 9/2022).
Sedangkan proses penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu diatur dalam:
- UU Pemilu;
- Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 2 Tahun 2023 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Peraturan MK No. 2/2023);
- Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 3 Tahun 2023 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Daerah (Peraturan MK No. 3/2023);
- Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 4 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Peraturan MK No. 4/2023).
Sengketa Proses Pemilu
Sengketa Antar Peserta Pemilu
Peraturan Bawaslu No. 9/2022 mengatur tahapan penyelesaian sengketa antar peserta Pemilu oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, maupun Bawaslu Kabupaten/Kota, sebagai berikut:
Sengketa Peserta Pemilu dengan Penyelenggara Pemilu
Sedangkan, tahapan penyelesaian sengketa peserta Pemilu dengan penyelenggara Pemilu adalah sebagai berikut:
Putusan Bawaslu atas Sengketa Proses Pemilu bersifat final dan mengikat kecuali putusan yang berkaitan dengan verifikasi partai politik, penetapan pasangan calon, dan penetapan daftar calon tetap. Putusan mengenai hal-hal tersebut dapat diajukan upaya hukum kepada PTUN dengan prosedur di bawah ini.
Sengketa Hasil Pemilu
Sengketa Pemilu Legislatif
Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu legislatif anggota DPR, DPRD, dan DPD di MK dilaksanakan sesuai dengan proses yang diatur dalam Peraturan MK No. 2/2023 dan Peraturan MK No. 3/2023, sebagai berikut:
Sengketa Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Khusus untuk penyelesaian sengketa Pemilu presiden dan wakil presiden diatur dalam Peraturan MK No. 4/2023 dengan proses sebagai berikut:
Seluruh putusan MK terkait dengan sengketa Pemilu legislatif maupun presiden dan wakil presiden tersebut bersifat final dan mengikat.
Produk Hukum Penyelesaian Sengketa
Pada akhir proses penyelesaian Sengketa Proses Pemilu dan Sengketa Hasil Pemilu, Bawaslu, PTUN, dan MK mengeluarkan putusan yang menerima, menolak, mengabulkan atau menyatakan permohonan tidak dapat diterima.
Adapun akibat hukum putusan terkait sengketa Pemilu terbatas pada; (i) tidak sahnya tindakan peserta Pemilu; atau (ii) batalnya suatu proses menuju Pemilu maupun penetapan hasil Pemilu yang telah dilakukan. Putusan sengketa Pemilu tidak dapat bersifat konstitutif atau menimbulkan suatu keadaan hukum baru seperti misalnya memenangkan salah satu peserta Pemilu.
Pelaksanaan Putusan
Pelaksanaan putusan sengketa Pemilu yang dikeluarkan oleh Bawaslu, PTUN, atau MK diatur dalam UU Pemilu dan Peraturan KPU No. 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Dalam Pemilihan Umum sebagaimana diubah dengan Peraturan KPU No. 9 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan KPU No. 3 Tahun 2019 (Peraturan KPU No. 3/2019). Dalam hal ini KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota adalah lembaga yang bertanggung jawab untuk melaksanakan isi putusan sengketa Pemilu.
Sebagai contoh apabila putusan memerintahkan (i) penetapan ulang daftar calon tetap anggota peserta Pemilu atau (ii) penghitungan suara ulang untuk Pemilu legislatif di daerah tertentu, maka KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota harus melaksanakan perintah tersebut.
Akan tetapi, khusus untuk sengketa Pemilu presiden dan wakil presiden, peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk UU Pemilu dan Peraturan KPU No. 3/2019 belum mengatur secara rinci mengenai pelaksanaan Pemilu ulang. Dengan demikian, bila putusan MK membatalkan penetapan hasil Pemilu presiden dan wakil presiden serta memerintahkan dilaksanakannya Pemilu ulang, maka berpotensi terdapat kekosongan hukum terkait dengan pelaksanaan putusan tersebut.
HBH/IAI